Rabu, 05 Januari 2011

Filsafa Islam

AKAL DAN WAHYU


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di dalam al-Qur’an, Islam dinyatakan sebagai satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah. Wahyu Allah sebagai sumber pokok ajaran agama Islam yang turunnya berakhir setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Sedangkan makhluk yang paling sempurna adalah manusia yang dianugerahi akal dengan memakai kesan-kesan yang diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin salah.
Oleh karena itu, timbullah permasalahan-permasalahan dari adanya dua sumber pengetahuan yang berlainan sifat ini. Pengetahuan mana yang lebih dapat dipercaya, pengetahuan melalui akal atau pengetahuan melalui wahyu?
Untuk memecahkan masalah tersebut, dalam makalah ini saya akan mencoba menguraikannya.

B. RUMUSAN MASALAH
Dengan melihat latar belakang di atas maka permasalahan yang akan kami bahas meliputi :
1. Bagaimana pengertian Akal dan Wahyu ?
2. Bagaimana Karakteristik Wahyu ?
3. Apa pentingnya Akal ?
4. Bagaimana perbedaan pendapat tentang Akal dan Wahyu oleh beberapa Aliran ?
5. Apa fungsi Akal dan Wahyu ?



PEMBAHASAN

A. Pengertian
1. Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda, berlainan dengan kata al-wahy (الوحي), tidak terdapat dalam al-Qur’an. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh (عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Tapi ini timbul pertanyaan apakah pengertian, pemahaman dan pemikiran dilakukan melalui akal yang berpusat dikepala? Dalam al-Qur’an sebagai dijelaskan dalam surat al-Hajj ayat 46 46 yang dikatakan bahwa pengertian, pemahaman dan pemikiran dilakukan melalui kalbu yang berpusat di dada. Sebagaimana ayat berikut :
       
Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad : 24)
Dan ayat yang lainpun menjelaskan juga bahwa tidak disebutkan bahwa akal adalah daya pikir yang berpusat di kepala. Al-‘aql malahan dikatakan sama dengan al-qolb yang berpusat di dada. Memang banyak sekali pendapat-pendapat yang menguraikan tentang pengertian akal. Tapi dalam pandangan Islam, akal tidaklah otak, tetapi daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang sebagai digambarkan dalam al-Qur’an, memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalam pengertian inilah yang dikontraskan dalam Islam dengan wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yaitu dari Tuhan.

2. Wahyu
Secara etimologi “wahyu” berarti isyarat, bisikan buruk, ilham, perintah. Sedangkan menurut termonologi berarti nama bagi sesuatu yang disampaikan secara cepat dari Allah kepada Nabi-Nabi-Nya.
Dalam pengertian lain, wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Di samping itu juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Selanjutnya mengandung arti pemberitahuan secara sembunyi-sembunyi dan dengan cepat. Tentang penjelasan cara terjadinya komunikasi antara Tuhan dan Nabi-Nabi, diberikan oleh al-Qur’an sendiri.
Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam al-Qur’an. Salah satu ayat menjelaskan :
       •                
Artinya : “Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (Q.S al-Syura : 51)
Jadi ada tiga cara :
1. Melalui jantung hati seseorang dalam bentuk ilham
2. Dari belakang tabir sebagai yang terjadi dengan Nabi Musa
3. Melalui utusan yang dikirimkan dalam bentuk malaikat.
Menurut ajaran tassawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan melalui daya rasa manusia yang berpusat di hati sanubari. Dalam tassawuf dikenal tingkatan ma’rifat, dimana seorang sufi dapat melihat Tuhan dengan kalbunya dan dapat pula berdialog dengan Tuhan. Adanya komunikasi antara orang-orang tertentu dengan Tuhan bukanlah hal yang ganjil. Oleh karena itu adanya dalam Islam wahyu dari Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW, bukanlah pula suatu hal yang tidak dapat diterima akal.4 Maka yang diwahyukan dalam Islam bukanlah hanya isi tetapi juga teks Arab dari ayat-ayat sebagai terkandung dalam al-Qur’an.
Dengan lain kata yang diakui wahyu dalam Islam adalah teks Arab di rubah susunan kata / diganti kata sinonimnya, itu tidak lagi wahyu. Soal akal dan wahyu, yang menjadi pegangan bagi ulama-ulama adalah teks wahyu dalam bahasa Arab dan bukan penafsiran atau terjemahan, yang diperbandingkan adalah pendapat akal dengan teks Arab dari al-Qur’an.

B. Karakteristik Wahyu
Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari tuhan, Pribadi nabi Muhammad yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau khusus.
Wahyu itu adalah nash-nash yang berupa bahasa arab dengan gaya ungkap dan gaya bahasa yang berlaku. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan.
Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.

C. Pentingnya Akal.
Akal menurut pendapat Muhammad Abduh adalah sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain. Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa.
Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.

D. Perbedaan Pendapat tentang Akal dan Wahyu oleh beberapa Aliran
Kalau kita selidiki buku-buku klasik tentang ilmu kalam akan kita jumpai bahwa persoalan kekuasaan akal dan fungsi wahyu ini dihubungkan dengan dua masalah pokok yang masing-masing bercabang dua.
Masalah pertama ialah soal mengetahui Tuhan, masalah kedua soal baik dan jahat. Masalah pertama bercabang dua menjadi mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan (khusul ma’rifah Allah dan wujud ma’rifat Allah).
Kedua cabang dari masalah kedua ini adalah mengetahui baik dan jahat, dan kewajiban mengerjakan perbuatan baik dan kewajiban menjauhi perbuatan jahat (ma’rifah al-husn wa al-Qubh dan wujud i’tinaq al-hasan wa ijtinab al-qabih yang juga disebut al-tahsin wa al-tawbih). Masing-masing aliran memberikan jawaban-jawaban yang berlainan.
Menurut golongan mu’tazilah bahwa mereka menyimpulkan bahwa dari keempat permasalahan di atas, semuanya dapat diketahui oleh akal. Golongan Asy’ariyah tidak sependapat. Dan mengatakan bahwa betul akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan berterima kasih kepadanya. Juga dengan wahyulah dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan akan memperoleh upah dan yang tidak patuh memperoleh hukuman.
Menurut al-Baghdadi akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi tidak dapat mengetahui kewajiban berterima kasih kepada Tuhan, karena segala kewajiban dapat diketahui hanya melalui wahyu. Al-Ghazali, seperti al-Asy’ari dan al-Baghdadi juga berpendapat bahwa akal tak dapat membawa kewajiban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban ditentukan oleh wahyu.
Al-Maturidi, bertentangan dengan pendapat Asy’ariyah tetapi sepaham dengan Mu’tazilah. Bahwa yang diwajibkan akal ialah perintah dan larangan bukan mengetahui mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk, yang pada intinya bahwa akal hanyalah dapat mengetahui tiga persoalan pokok. Sedang yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui hanya melalui wahyu. Ini juga sependapat dengan golongan Samarkand dan Bukhara. Walaupun demikian, sebagian dari golongan Bukhara berpendapat bahwa akal tidak dapat mengetahui baik dan buruk dan sebenarnya mereka masuk dalam aliran Asy’ariyah dan Muturidiah.
Untuk itu dapatlah disimpulkan bahwa mu’tazilah memberikan daya besar kepada akal. Muturidiah Samarkand memberikan daya kurang besar dari mu’tazilah, tetapi lebih besar dari pada Muturidiah Bukhoro. Diantara semua aliran itu, Asy’ariyahlah yang memberikan daya terkecil kepada akal.

D. Fungsi Akal dan Wahyu
Mengenai fungsi ini dikatakan bahwa wahyu mempunyai kedudukan terpenting dalam aliran Asy’ariyah dan fungsi terkecil dalam faham mu’tazilah. Bertambah besar fungsi diberikan kepada wahyu dalam suatu aliran, bertambah kecil daya akal dalam aliran itu. Sebaliknya bertambah sedikit fungsi wahyu dalam suatu aliran, bertambah besar daya akal pada aliran itu.
Akal, dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri dan dengan demikian menggambarkan kemerdekaan dan kekuasaan manusia. Wahyu sebaliknya, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk menolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nasution, Harun, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI Press, Jakarta, cetakan kedua, 1986.
2. Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakata’ 1987.
3. _____________, Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI Press, Jakarta, cet.V, 1986.
4. Syukur, Amin, Prof. Dr. H.M MA., Pengantar Studi Islam, CV. Bima Sejati, Semarang, 2003.
5. Yunan Yusuf, M, Alam Pemikiran Islam Pemikiran Kalam, Jakarta; Perkasa Jakarta 1990.
6. Rozak, Abdul, Dkk, Ilmu Kalam, Bandung; CV. Pustaka, 2003.
7. Al-Majid. Al-Najjar. Pemahaman Islam, PT. Remaja Rodsakarya, Bandung; 1997.

contoh RPP

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)




Sekolah :SMP
Mata Pelajaran :Pendidikan Agama Islam
Kelas /Semester :VIII/1
Standar Kompetensi :8. Memahami zakat
Kompetensi Dasar :8.2. Membedakan antara zakat fitrah dan zakat mal
Indikator •Menjelasakan perbedaan pengertian zakat fitrah dan mal
• Menjelaskan perbedaan ketentuan zakat fitrah dengan zakat mal
Alokasi Waktu : 1 X 40 menit ( 1 pertemuan)


Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat menjelasakan perbedaan pengertian zakat fitrah dan mal serta perbedaan ketentuan zakat fitrah dengan zakat mal.

Materi Pembelajaran
• Perbedaan pengertian zakat fitrah dan mal
• Perbedaan ketentuan zakat fitrah dengan zakat mal

Metode Pembelajaran
• Tanya jawab
• Diskusi


Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Pendahuluan
• Apersepsi
• Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil.

Kegiatan Inti
• Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan dan tugas diskusi yang harus dilakukan siswa.
• Siswa berdiskusi untuk mencari perbedaan zakat fitrah dan mal.
• Siswa melaporkan hasilnya.

Kegiatan Penutup
• Guru bersama siswa melakukan refleksi mengenai kegiatan belajar dalam KD ini. Bermanfaat atau tidak

Sumber Belajar
• Buku PAI Kelas VIII Tim Abdi Guru Penerbit Erlangga
• LKS MGMP PAI SMP


Penilaian

Teknik
• Tes tertulis

Bentuk Instrumen
• Tes uraian

Instrumen
1. Jelasaan perbedaan pengertian zakat fitrah dan mal!
2. Sebutkan perbedaan ketentuan zakat fitrah dan mal!


Bandung, September 2010
Mengetahui Guru Mapel PAI
Kepala Sekolah




_________________ _________________
NIP NIP

Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Telaah Historis dan Dinamika Perkembangannya)

Mata kuliah : Pengembangan Krikulum

Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Telaah Historis dan Dinamika Perkembangannya)
Dalam catatan sejarah pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai sejarah perkembangan yang cukup panjang. Pada masa pra kemerdekaan, pemerintah kolonial Belanda mendirikan sekolah yag pertama kali di Ambon pada tahun 1607, dari masa inilah dikenal istilah dan pendidikan Sekolah di Indonesia hingga saat ini. Secara historis, awal pendidikan sekolah penekanan mata pelajaran hanya kepada pelajaran umum, sedangkan posisi dan perkembangan agama dalam tradisi sekolah baru pada awal abad ke-20 M. Karena memang basis pendidikan di Indonesia ketika itu adalah Pesantren, yang hamper dapat dipastikan mata pelajaran di sana adalah Agama.
Setelah era kemerdekaan, pendidikan agama di sekolah mulai mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini terjadi karea kebijakan pemerintah yang sangat positif terhadap pelajara agama. Kebijakan itu dilandasi oleh dua hal:
Pertama adalah landasan Filosofi Pancasila dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menuntut setiap warga untuk beragama, tentu beragama yang baik adalah diawali dengan pendalaman materi pengetahuan agama.Yang kedua landasan Konstitusional yaitu UUD 45 dimana pada pasal 29 ditegaskan bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa da setiap rakyat Indonesia diberi kebebasan untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang di anutnya.
Melalui mata pelajaran agama, perilaku peserta didik diharapkan sesuai dengan substansi dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa yakni disamping memahami ajaran agama juga untuk mampu mengamalkannya.Untuk itu, Pemerintah melalui sejumlah regulasi atau perundangan mangatur penyelenggaraan mata pelajaran agama menjadi salah satu bidang studi yang wajib di ajarkan pada seluruh jenis, jalur dan jenjag pedidikan,tanpa kecuali termasuk sekolah umum.
Berkenaan dengan itu, maka pendidikan agama Islam disekolah umum dapat
dibagi kedalam dua fase, yaitu fase sebelum kemerdekaan, yakni era pejajahan Belanda dan Jepang, kemudian fase sesudah kemerdekaan .
1. Pendidikan Islam di Sekolah Umum sebelum Kemerdekaan
 Pada Masa Kolonial Belanda
 Pada Masa Pemerintahan Jepang
2. Pendidikan Agama di Sekolah Umum Pasca Kemerdekaan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, sikap religius telah dimiliki bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala yaitu sebelum kemerdekaan. Bekas-bekas peninggalan sejarah menunjukkan bukti nyata terhadap sikap beragama tersebut.
Maka pada tanggal 1 juni 1945 Bung Karno di muka sidang Badan Usaha Penyelidik Usaha Kemerdekaan menyatakan bahwa betapa pentingnya setiap bangsa Indonesia memiliki rasa kesadaran ketuhanan, dan mengajak setiap bangsa Indonesia mengamalkan agamanya masing-masing. Ada beberapa fase tentang pelaksanaan pendidikan agama ini, yaitu :
a. fase 1945-1965
Sesudah Kemerdeaan Indonesia diproklamirkan, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Ketuhana Yang Maha Esa sebagai sila pertama dari Pancasila. Sila ini merupakan manifestasi dari sikap hidup religius tersebut. Salah satu pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah Negara berdasarkan atas Ketuhana Yang Maha Esa, atas dasar itu pulalah didalam batang tubuh Undang Undang Dasar 1945 diatur hal yang berkenaan dengan ketuhanan, yakni pada pasal 29 ayat 1 dan 2.
Untuk merealisasikan sikap hidup yang agamis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka pada tanggal 3 januari 1946 pemerintah membentuk Departemen Agama. Dengan tujuan untuk memberlakukan pendidikan agama di sekolah sekolah umum, setelah Departemen Agama terbentuk, umat Islam yang duduk dalam BPKNIP pada tanggal 27 desember 1945, mengusulkan kepada kementerian pengajaran agar pengaharan agama hendaklah mendapat tempat yang teratur, seksama dan perhatian yang sama dalam dunia pendidikan. Usul ini ditanggapi oleh mentri PKK (Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan). Ki Hajar Dewantara dengan membentuk Panitia Penyelidikan Pengajaran pada tanggal 1 maret 1946. Mengenai pendidikan Islam Panitia itu menegaskan:
Hendaknya pelajaran agama diberikan pada semua sekolah dalam jam pelajaran di mulai dari sekolah rakyat kelas IV.
• Guru agama disediakan oleh kementrian agama dan dibayar oleh pemerintah
• Guru agama harus mempunyai pengetahuan umum dan untuk maksud itu harus ada pendidikan agama.
• Pesantren dan madrasah dipertinggi mutunya
• Pendidikan tersebut diselenggarakan seminggu sekali pada jam tertentu
• Pengajaran bahasa arab tidak dibutukan
Usul tersebut diterima setelah kemudian dilanjutkan dikeluarkan peraturan bersama antara Menteri Agama, dan Menteri PP dan K mengenai teknis pelaksanan pendidikan agama disekolah, sehingga dengan dikeluarkannya peraturan itu, maka secara formal pendidikan agama telah memiliki landasan juridis. Selanjutnya pada tahun 1960 hasil sidang MPRS menyatakan bahwa pendidikan agama menjadi pelajaran disekolah-sekolah umum dimulai dari sekolah dasar sampai Universitas dengan ketentuan murid berhak tidak serta dengan pendidikan agama jika wali atau orangtuanya menyatakan keberatan.Walaupun begitu perkembangan ini menunjukkan perhatian terhadap pendidikan agama semakin meningkat, sekalipun masih ada pernyataan bahwa ada kesempatan untuk tidak mengikutinya.
Meskipun sejumlah regulasi yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama telah di undangkan pemerintah, namun usaha-usaha positif pemerintah masih menuai kritik dan menimbulkan kekurang puasan masyarakat.
Setelah gagal gerakan G 30 S PKI melakukan pemberontakan pada tahun 1965, pemerintah dan rakyat Indonesia semakin menunjukkan perhatian yang besar terhadap pendidikan agama, sehingga kedudukan pendidikan agama disekolah umum menjadi lebih baik dan menentukan pada tahun berikutnya.
b. Fase 1966-1988
Setelah pemberontakan G 30 S PKI tahun 1965 berhasil ditumpas, pemerintah dan masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan agama, sebab disadari bahwa dengan bermentalkan agama yang kuat bangsa Indonesia akan terhindar dari paham komunis. Melalui sidang MPRS tanggal 5 uli 1966 dihasilkan TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 tentang agama, pendidikan dan kebudayaan. Bab I pasal I dari TAP MPRS tersebut berbunyi ”Menetapkan pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib disekolah-sekolah mulai dari Sekolah Dasar sampai Univertsitas-Universitas Negeri”
Ketetapan MPRS tersebut kemudian mengubah ketetapan hasil sidang MPRS tahun 1960 dengan mewajibkan para mahasiswa mengikuti pengajaran/kuliah agama, serta mereka tidak di izinkan lagi untuk tidak mengikutinya. Dengan keputusan tersebut, pengajaran materi pendidikan agama mulai diwajibkan dari kelas I Sekolah Dasar.
Ketetapan MPRS tahun 1966 selanjutnya di ikuti dengan peraturan bersama Menteri Agama, Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 23 Oktober 1967, menetapkan bahwa kelas I dan II SD diberikan matapelajaran agama sebanyak 2 jam perminggu, kelas III sebanyak 3 jam perminggu, kelas IV keatas sebanyak 4 jam perminggu hal itu juga berlaku pada SMP dan SMA.Untuk Universitas dan Perguruan tinggi lainnya, mata kuliah agama diberikan 2 jam perminggu.
Pada akhir tahun 1970, Menteri Agama berusaha mengubah kurikulum pengajaran agama dengan tujuan agar semua kelas tertinggi SD dan SMP mendapat 6 jam pelajaran agama perminggu.Tetapi usaha tersebut tidak berhasil, karena Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tidak menyetujuinya. Meskipun begitu pendidikan agama sebagai salah satu bidang studi yang diintegrasikan dalam kurikulum sekolah-sekolah negeri tetap dibina dan digalakkan dalam usaha mangembangkan kehidupan beragama.
Kemudian pada perkembangan selanjutnya, yakni lahirnya TAP MPR 1983, dalam menyusun tentang GBHN, nampaknya pemerintahan Orde Baru memiliki tekad dan semangat dalam mengembangkan kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia, sehingga menempatkan pendidikan agama sebagai materi pelajaran yang benar-benar diperhitungkan dalam proses pembelajaran disekolah-sekolah umum. Karena pendidikan agama dijadikan sebagai salah satu pelajaran yang akan membentuk kepribadian anak didik.
c. Fase 1989-2002
Pada tahun 1989, Dewan Perwakilan Rakyat menetapkan Undang-Undang Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bertujuan agar Indonesia memiliki landasan konstitusi dalam pelaksanaan pendidikan termasuk dalam memperkuat kembali posisi mata pelajaran agama disekolah umum. Hal ini dapat dipahami dari bunyi Pasal 39 Ayat 2, yakni:Isi Kurikulum setiap jenis dan jalur pendidikan wajib memuat pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.
Dari pernyataan demikian mengandung arti bahwa pendidikan agama adalah dasar dan inti kurikulum pendidikan Nasional yang tidak bisa dipisahkan dari bidang studi wajib lainnya. Kemudian Bab V Pasal 9 Ayat 1 PP omor 27 tahun 1990 sebagai turunan UUSPN nomor 2 tahun1989 ini yang manyatakan bahwa pelaksanaan Pendidikan agama tidak hanya diajarkan dari mulai kelas 1 SD, tetapi Pendidikan agama sudah wajib sejak taman kanak-kanak.
Pemberlakuan USPN nomor 2 tahun 1989 pada Pasal 39 Ayat 2 yang menegaskan bahwa: Pendidikan agama harus merupakan usaha memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik, yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan umat beragama dalam masyarakat untuk menciptakan persatuan Nasional.
Dengan adanya perhatian dalam penyelenggaraan pendidikan agama, sebagaimana tertera dalam USPN yang dijiwai dengan Pancasila dan UUD 1945, maka stasus pendidikan agama tidak dibedakan lagi dari pendidikan pada umumnya, dengan demikian pendidikan agama disekolah umum sudah kuat. Bahkan Undang Undang ini sebenarnya sudah dapat menjadi landasan bahwa pendidikan agama harus menjadi dasar dan prinsip filosofis pendidikan secara menyeluruh sehingga agama harus dijadikan prinsip, ikatan dan iklim pendidikan.
d. Fase 2003-sekarang.
Pada tanggal 8 juli 2003, Presiden Megawati Soekarno Putri menanda tangani pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia (Sisdiknas). Secara umum, pada satu sisi Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 ini sarat akan nuansa nilai-nilai agama. Kemudian pada sisi lain, secara eksplisit, Undang-Undang ini menegaskan kedudukan kelembagaan pendidikan agama dan pelaksanaan pendidikan agama sebagai mata pelajaran wajib untuk setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan.
Dalam kaitannya dengan pendidikan agama sebagai mata pelajaran, Bab V Pasal 12 Ayat 2 menegaskan bahwa “Setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yag dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama. Kemudian pada Pasal yang lain, yaitu pada Pasal 37 Ayat 1dan 2, mempertegas secara eksplisit posisi mata pelajaran agama dimana dinyatakan bahwa kurikulum satuan pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi wajib memuat pendidikan agama.
Pada tahun 2005, pemerintah mengeluarkan peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan (SPN) yang mencakup standar tentang isi, proses, kompensi lulusan, pendidikan dan tenaga pendidikan. Artinya pasal-pasal yang mengatur seluruh standar tersebut, pendidikan agama, baik secara kelembagaan maupun bidang studi, tidak dibedakan lagi dengan pendidikna umum. Dengan demikian terlihat jelas bahwa posisi atau keberadaan pendidikan agama semakin kuat dan di jamin dalam Perundang-undangan dalan Pendidikan Nasional Indonesia.
Kesimpulan
Fakta historis memperlihatkan bahwa pendidikan agama di sekolah umum, mulai masa pemerintahan Belanda sampai sekarang, memiliki sejarah dan dinamika yang cukup panjang. Pada masa kolonial Belanda, pendidikan agama belum mendapatkan tempat sebagai mata pelajaran yang bersifat formal di sekolah umum. Kemudian pada masa penjajahan Jepang sekali pun pelaksanaan pendidikan Islam di berikan kebebasan namun secara umum pelaksanaan pendidikan dapat dikatakan terbengkalai, sebab sekolah-sekolah lebih diarahkan pemerintahan untuk kepentingan persiapan perang seperti gerak jalan, kerja bakti (Romusa) dan berbgai kepentingan lainnya.
Setelah Indonesia merdeka, pelaksanaan agama di sekolah umum diatur dalam sejumlah regulasi atau perundagan. Dalam sejumlah regulasi tersebut, sampai perkembangan saat ini, pelaksanaan pendidikan agama telah menjadi bagian integral dari isi dan kurikulum pendidikan, dari mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Maka tidak ada satu alasanpun bagi setiap lembaga pendidikan untuk menyianyiakan pelaksanaan pendidikan agama Islam ini.
DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin, Pendidikan Islam, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2002), h. 76
Ibid
Syafaruddin dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Hijri Pustaka Utama, 2006), h 68
Dapat dilihat Keputusan Mendiknas No. 428 Tahun 2003
Lihat Undang-undang No 2 Tahun 1989.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003.
http://irwansaleh-dalimunthe.blogspot.com/2009/12/sejarah-penyelenggaraan-pendidikan.html

paper tokoh filsafat islam

PEMIKIRAN
K. H. HASYIM ASY’ARI (1871-1947)
Biografi
Ketokahan K. H. Hasyim Asy’ari sering kali diceburkan dalam persoalan sosial politik. Hal ini dapat dipahami bahwa sebagian dari sejarah kehidupan K.H. Hasyim Asy’ari juga dihabiskan untuk merebut kedaulatan bangsa Indonesia melawan hegemoni kolonial Belanda dan Jepang. Lebih-lebih organisasi yang didirikannya, Nahdatul Ulama, pada masa itu cukup aktif melakukan usaha-usaha sosial politik. Akan tetapi, K.H. Hasyim Asy’ari sejatinya merupakan tokoh yang piawai dalam gerakan dan pemikiran kependidikan. Sebagaimana dapat disaksikan, bahwa K.H. Hasyim Asy’ari mau tiak mau bisa dikategorikan sebagai generasi awal yang mengembangkan sistem pendidikan pesantren, terutama di Jawa.
Ia lahir di Gedang, sebuah desa di daerah Jombang, Jawa Timur, pada hari selasa kliwon 24 Dzu Al-Qa’idah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871. Nama lengkap K.H. Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ‘Abd Al-Wahid ibn Abd al-halim yang mempunyai gelar pangeran bona ibn Abd al-Rahman yang dengan sbutan Jaka Tingkir sultan Hadiwijaya Ibn Abdullah Ibn ABd al-Yaqin yang disebut sunan giri.
Semasa hidupnya, ia mendapatkan pendidikan dari ayahnya sendiri, terutama pendidikan di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an dan literatur agama lainnya. Setelah itu, ia menjelajah menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren, terutama di Jawa, yang meliputi Shone, Siwilan Buduran, Langitan Tuban, Demangan Bangkalan, dan ia sepat nyantri di pesantren Siwalan panji, Sidoarjo, pada pesantren terakhior inilah ia diambil menantu oleh K.H. Ya’kub yang merupakan kiai di pesantren tersebut. Kiai Ya’kub lambat laun merasakan kebaikan dan ketulusan Hasyim Asy’ari dalam perilaku kesehariannya, sehingga kemudian K.H. Ya’kub menjodohkannya dengan putrinya, Khadijah. Tepat pada usia 21 tahun, tahun 1892, Hasyim Asy’ari melangsungkan pernikahan dengan putri K.H. Ya’kub.
Setelah menikah, K. H. Hasyim Asy’ari bersama istrinya segera melakukan ibadah haji ke mekkah yang dilanjutkan dengan belajar disana, akan tetapi di saat K.H. Hasyim Asy’ari bersemangat belajar, tepatnya ketika telah menetap 7 bulan di Mekkah, istrinya meninggal dunia pada waktu melahirkan anaknya yang pertama, disusul kemudian putranya, menyebabkannya kembali lagi ke tanah air.tidak berapa lama kemudian, ia berangkat lagi kea nah suci, tidak hanya untuk menunaikan ibadah haji, tetapi juga untuk belajar.
Ia menetap di sana kurang lebih tujuh tahun dan berguru sejumlah ulama, di antaranya kepada Syekh Ahmad Amin Al-Athar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan Al-Athar, Syekh Sayyid Yamani, Sayyid Alawi ibn Ahmad As-Saqqaf, Sayyid Abbas Maliki, Sayid ‘Abd Allah Al-Zawawi. Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan Hasyim Dagastani. Dan pada tahun 1900 M. atau 1314 H. Kiai Hasyim Asy’ari pulang ke Indonesia dan mengajar di pesanrtren ayahnya, Tepat pada tanggal 26 Rabi’ Al-Awwal 120 H. bertepatan 6 Februari 1906 M., Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. dan menjadi tempat menggodok kader-kader ulama unuk wilayah jawa dan sekitarnya Oleh karena kegigihannya dan keikhlasannya dalam menyosialisakan ilmu pengetahuan, dalam waktu yang singkat pesantren ralatif ramai dan terkenal di wilayah Jawa.
Disamping bergerak dalam dunia pendidikan, Kyai Hasyim menjadi perintis dan pendiri organisasi kemayarakatan NU (Nahdatul Ulama) sekaligus sebagai Rais Akbar. Tanggal 31 Januari 1926, bersama dengan tokoh-tokoh Islam tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti kebangkitan ulama. Organisasi ini pun berkembang dan banyak anggotanya. Pengaruh Kyai Hasyim Asy’ari pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama teman-temannya. Itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pada bagian lain ia juga bersikap konfrontatif terhadap penjajah belanda. Pada masa pendudukan Jepang, Hasyim Asy’ari pernah ditahan dan di asingkan ke mojokerto, karena dianggap menentang penjajahan Jepang di Indonesia. Karena tuduhan itu tidak terbukti, ia dibebaskan dari tahanan, atas jasa-jasanya dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang, Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar pahlawan kemerdekaan nasional oleh Presiden RI. K.H. Hasyim Asy’ari wafat di Tebuireng, Jombang Jawa Timur. Dalam usia 79 tahun, tepat tanggal 25 juli 1947 H / 7 Ramadhan 1366. Hampir seluruh waktunya diabdikan untuk kepentingan agama dan pendidikan.
Pemikiran K. H. Hasyim Asy’ari tentang Pendidikan
Sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan Islam tradisional, khususnya di Jawa, peranan kiai Hasyim yang kemudian terkenal dengan sebutan Hadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan pesantren), sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pimpinan pesantren. Banyak pesantren besar yang terkenal, terutama, yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dikembangkan oleh para kiai hasil didikan kiai Hasyim.
Salah satu karya monumental K. H. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitab Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allum wa ma Yataqaff Al-Mu’allimin fi Maqamat Ta’limih yang dicetak pertama kali pada tahun 1415 H. sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika. Meski demikian tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahliannya dalam bidang hadits ikut pula mewarnai isi kitab tersebut.
Ia menulis tulisan nya dengan sebuah pendahuluan yang menjadi pengantar pembahasan selanjutnya. Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu:
1. Keutamaan ilmu serta keutamaan belajar mengajar
2. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar dan mengajar
3. Etika seorang murid terhadap guru
4. Etka murid tehrhadap pelajaran dan hal-hal yang haarus dipedomani bersama guru
5. Etika yang harus dipedomani seorang guru
6. Etika guruketikan dan akan mengajar
7. Etika mguru terhadap murid-muridnya, dan
8. Etika terhadap buku,alat unuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan nya dengannya
Dari delapan bab tersebut dapat di kelopokan dalam tiga kelompok yaitu: signifikasi pendidikan, tugas dan tanggung jawab seorang uris dan tugas dan tanggung jawab seorang guru. Di dalam etika yang harus diperhatikan dalam belajar terdapat sepuluh etika yang di tawarkannya adalah membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian; membersihan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qana’ah terhadap segala pemberian dan cobaan; pandai mengatur waktu; menyederhanakan makan dan minuman; bersikap hati-hati (wara’); menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan yang menyebabkan kebodohan; menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan; dan meninggalkan hal-hal yangkurang berfaedah. Dalam hal ini terlihat, bahwa ia lebih menekankan pada pendidikan ruhani atau jiwa, meski demikian pendidikan jasmani tetap diperhatikan, khusus nya bagaimana mengatur waktu, mengatur akanan dan minuman dan sebagainya.
Etika seorang murid terhada guru; dalam membahas hal ini, ia menawarkan dua belas etika, yaitu: hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru; memilih guru yng barhati-hati di samping professional; mengikuti jejak-jejak guru; memuliakan guru; memperhatikan apa yang menjadi hak guru; bersabar terhadap kekerasan guru; berkunjung pada guru pada tempatnya atau mintalah ijin terlebih dahulu kalau keadaan memaksa harus tidak pada tempanya; duduklah dengan rapih dan sopan bila berhadapan dengan guru; berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut; dengarkan segala fatwanya; jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan; dan gunakan anggota yang kanan bia menyerahkan sesuatu kepadanya.
Etika murid terhadap pelajaran. Murid dalam menuntut ilmu hendaknya memperhatikan etika sebagai berikut: memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ain untuk dipelajari; harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu fardhu ain; berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama; mendiskusiakan dan menyetorkan kepada orang yang dipercayainya; senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu; pancangkan cita-cita yang tinggi; bergaullah dengan orang yang berilmu tinggi (pintar); ucapkan salam bila ditempat majelis ta’lim (sekolah/madrasah); bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaklah ditanyakan; kemanapun kita pergi dan dimanapun kita pergi dan dimanapun kita berada jangan lupa membawa catatan; pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan kontinyu (istiqamah); tanamkan rasa antusias/semangat dalam belajar.
Etika seoarang guru: tidaklah hanya murid dituntut untuk beretika, apalah artinya etika diterapkan kepada murid, jika guru yang mendididknya tidak mempunyai etika.oleh karena itu, ia juga menawarkan beberapa etika yang harus dimiliki oleh seorang guru, antara lain senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (Taqarrub ila Allah); senantiasa takut kepada Allah; senantiasa bersikap tenang; senantiasa berhati-hati; senaniasa Tawadhu’, senantiasa khusu’, mengadukan segala persoalan kepada Allah SWT; idak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawian semata; tidak selalu memanjakan anak didik; berlaku zuhud dalam kehidupan dunia; menhindari berusaha dalam hal-hal yang rendah; menghindari tempat-tempat yang kototr dan tepat ma’siyat; mengamalkan sunnah Nabi; mengistiqamahkan membaca Al-Qur’an; bersikap ramah,ceria dan suka menaburkan salam; membersihkan diri dari perbauatan –perbuatan yang tidak di sukai Allah; menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu pengetahuan; tidak menyalahgunakan ilmu dengan cara menyombongkannya dan membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
Etika Guru dalam mengajar: Seorang gru kertika hendak mengajar dan ketika mengajar perlu memperhatikan beberapa etika. Dalam hal ini ia menawarkan gagasan tentang etika guru ketika mengajar sebagai berikut: mensucikan diri dari hadast dan kotoran, berpakaina sopan dan rapih usahan berbau wangi, berniatlah beribadah ketikadalam mengerjakan ilmu kepada anak didik; biasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan; usahakan tampilan nya ramah, leah lembut, jelas tegas dan lugas serta tidak sombong; menjauhkan diri dari berurau dan banyak tertawa; berilah salam ketika akna masuk’ sebelum mengajar mulailah terlebih dahulu dengan berdo’a untuk apra ahl ilmu yang telah lama meninggalkan kita; jangan sekali-kali megajarkan hal-hal yang bersifat syubhat; bersikaplah terbuka terhadap berbagai macam persoalan-persoalan yang ditemukan; berilah kesempatan kepada peserta didik yang datnagnya ketinggalan dan ulangilah penjelasannya agar tahu apa yang dimaksud; dan bila telah selesai berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas atau belum dipahami
Etika guru bersama murid: Guru dan murid tidak hanya masing-masing mempunyai etika yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. akan tetapi antara keduanya juga mempunyai etika yang sama. Sama-sama harus dimiliki oleh guru dan murid. Di antara etika tersebut adalah: berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syari’at islam; menghindari ketidak ikhlasan dan mengajar keduniawian; hendaknya selalu melakukan intropeksi diri; menggunakan metode yang mudah dipahami murid; membangkitkan antusias peserta didik dengan memotivasinya; bersikap terbuka dan lapang dada terhadap peserta didik; tunjukan sikap arif dan penyayang kepada peserta didik; dan tawadhu.
Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengan nya: Satu hal yang paling menarik dan terlihat beda dengan materi-materi yang biasa disampaikan dalam ilmu pendidikan pada umunya adalah etika terhadap buu dan alat-alat pendidikan. Kalaupun ada etika itu, maka biasanya itu bersifat kasuistik dan seringkali tidak tertulis. Sering pula itu di anggap sebagai aturan yang sudah umum berlaku dan cukup dikeahui oleh masing-masing individu. Akan tetapi ia memandang bahwa etika tersebut penting dan perlu di perhatikan. Di antara etika yang ditawarkannya dalam masalj ini antara lain: menganjurkan dan mengusahakan agar memiliki buku pelajaran yang diajarkan; merelakan dan mengijinkan bila kawan meminjam buku pelajaran; sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang pinjaman ersebut; letakkan buku pelajaran di tempat yang terhormat; memeriksa terlebih dahulu bila membeli atau meminjamkannya kalau-kalau ada kekurangan lembarannya; bila menyalin buku pelajaran syari’ah hendanya bersuci dahulu dan mengawalinya dengan basmalah, sedangkan bila yang disalinnya adalah ilu retorika atau semacamnya, maka mulailah Hamdalah (puji-pujian) dan shalawat Nabi.
Kembali terlihat kejelian dan ketelitianya dala melihat permasalahan dan seluk-beluk proses belajar mengajar. Hal ini tidak akan terperhatikan bila pengalaman pengenai hal ini tidak pernah dilaluinya. Oleh sebab iu, menjadi wajar apabila hal-hal yang kelihatannya sepele, tidak luput dari perhatiannya, karena ia sendiri mengabdikan hidupnya untuk ilmu dan agama, serta mempunyai kegemaran membaca.
Pemikiran K. H. Hasyim Asy’ari tentang Sosial
Aktivitas K. H. Hasyim Asy’ari di bidang sosial lainnya adalah mendirikan organisasi Nahdatul Ulama, bersama dengan ulama besar di Jawa lainnya, seperti Syekh ‘Abd Al-Wahhab dan Syekh Bishri Syansuri.
Mengenai orientasi pemahaman dan pemikiran keislaman, kiai Hasyim sangat dipengaruhi oleh salah seorang guru utamanya: Syekh Mahfuz At-Tarmisi yang banyak menganut tradisi Syekh Nawawi. Selama belajar di Mekkah, sebenarnya, ia pun mengenal ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh. Tetapi ia cenderung tidak menyetujui pikiran-pikiran Abduh, terutama dalam hal kebebasan berpikir dan pengabaian Mazhab. Menurutnya kembali langsung ke Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa melalui hasil-hasil Ijtihad para imam mazhab adalah tidak mungkin. Menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits secara langsung, tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama besar dan imam mazhab, hanya akan menghasilkan pemahaman yang keliru tentang ajaran Islam. Latar belakang orientasi pemahaman keislaman seperti inilah yang membuat kiai Hasyim menjadi salah seorang pendiri dan pemimpin utama Nadhatul Ulama. Tidak kurang dari 21 tahun ia menjadi Rais ‘Am, ketua umum Nadhatul Ulama (1926-1947).
Ketika organisasi sosial keagamaan masyumi dijadikan partai politik pada 1945, Kiai Hasyim terpilih sebagai ketua umum. Setahun kemudian, 7 September 1947 (1367 H), K. H. Muhammad Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional. Pada tahun 1930 dalam muktamar NU ke-3 kiai Hasyim selaku Rais Akbar menyampaikan pokok-pokok pikiran mengenai organisasi NU. Pokok-pokok pikiran inilah yang kemudian dikenal sebagai Qanun Asasi Jamiah NU (undang-undang dasar jamiah NU).
Karya K.H. Hasyim Asy’ari
Sebagai seorang intelektual, K. H. Hasyim Asy’ari telah menyumbangkan banyak hal yang berharga bagi pengembangan peradaban, diantaranya adalah sejumlah literatur yang berhasil ditulisnya. Karya-karya tulis K. H. Hasyim Asy’ari yang terkenal adalah sebagai berikut:
1) Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin fii ma yahtaaju ilah al-muta’alim fi ahuwal Ta’allum wa ma yataqaff al-mu’allim fi maqamat Ta’limih.
2) Ziyaadatu Ta’liiqaatin, Radda fiha manzbuumata al-syaikh “abdillaahibi yasin al-fasuruwaany alladzii yahiiju bihaa ‘ala ahli jam’iyyati nahdlatul ulama
3) Al-Tanbihat Al-Wajibat Liman Yashna al-maulid al-munkarat,
4) Al-Risalat Al-Jami’at, sharh fiha ahwaal al-sunnah wa al bid-ah
5) An-Nur Al-Mubin fi Mahabbah Sayyid Al-Mursalin, bain fihi ma’na al-mahabbah lirasul allah wa ma yata’allaq biha man ittaba’iha al-sunnatih.
6) Hasyiyah ‘Ala Fath Al-Rahman bi Syarh Risalat Al-Wali Ruslan li Syekh Al-Isam Zakariya Al-Anshari,
7) Al-Durr Al-Muntatsirah fi Al-Masail Al-Tis’i Asyrat, sharh fiha asalat al-thariqah wa wa al-wilayah wa ma yata’allaq bihima min al-umur al-muhummah li ahl al-thariqah
8) Al-Tibyan Al-Nahy’an Muqathi’ah Al-Ikhwan, bain fih ahammiyat shillat al-rahim wa dhurar qath’iha
9) Al-Risalat Al-Tauhidiyah, wahiya risalah shaghirat fi bayan’ aqidah ahl sunnah wa al-jamaah
10) Al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min Al-‘Aqaid.
Kitab ada Al-‘Alim wa Al-Muta’allimin merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan. Kitab ini selesai disusun hari Ahad pada tanggal 22 Jumadi Al-Tsani tahun 1343. K.H. Hasyim Asy’ari menulis kitab ini didasari oleh kesadaran akan perlunya literatur yang membahas tentang etika (adab) dalam mencari ilmu pengetahuan. Menuntut ilmu merupakan pekerjaan agama yang sangat luhur sehingga orang yang mencarinya harus memperlihatkan etika-etika yang luhur pula.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapatlah diketahui bahwa ketokohan kiai Hasyim Asy’ari dikalangan masyarakat dan organisasi Islam tradisional bukan saja sangat sentral tetapi juga menjadi tipe utama seorang pemimpin, sebagaimana diketahui dalam sejarah pendidikan tradisional, khususnya di Jawa. Peranan kiai Hasyim Asy’ari yang kemudian dikenal dengan sebutan Hadrat Asy-Syaikh (guru besar di lingkungan pesantren). Peranan kiai Hasyim Asy’ari sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pemimpin pesantren, terutama yang berkembang di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dalam bidang organisasi keagamaan, ia pun aktif mengoganisir perjuangan politik melawan kolonial untuk menggerakkan masa, dalam upaya menentang dominasi politik Belanda. Dan pada tanggal 7 September 1947 (1367 H), K. H. Hasyim Asy’ari, yang bergelar Hadrat Asy-Syaikh wafat. Berdasarkan keputusan Presiden No. 29/1964, ia diakui sebagai seorang pahlawan kemerdekaan nasional, suatu bukti bahwa ia bukan saja tokoh utama agama, tetapi juga sebagai tokoh nasional….
“belajar di masa muda bagaikan mengukir diatas batu,
dan belajar di masa tua bagaikan mengukir di atas air”
~ Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’Ari ~


DAFTAR PUSTAKA
A Mujib, Dkk. Entelektualisme Pesantren, Jakarta: PT. Diva Pustaka, 2004
Asad syihab, Muhammad, hadratus syaikh Muhammad hasyim asy’ari, Yogyakarta: Titian ilahi press,1994
Asy’ari, Hasyim, Adab Ta’lim muta’allim….Jombang: Turats al-islami,
Bakar aceh, Abu, sejarah hidup K.H.A. Wahid hasyim dan karangan tersiar, Jakarta: Panitia buku peringatan K.H.A. Wahid hasyim, 1975
Nizar, samsul, filsafat pendidikan islam. Jakarta: Ciputat pers, 2002
Suwito dan fauzan, sejarah pemikiran para tokoh pendidikan. Bandung: Angkasa, 2003

Senin, 08 November 2010

Kelebihan dan kekurangan ktsp

Kelebihan KTSP
KTSP yang hendak diberlakukan Depertemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) sesungguhnya dimaksudkan untuk mempertegas pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Artinya, kurikulum baru yang ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.
Menurut Fasli Jalal, pemberlakukan KTSP tidak akan melalui uji publik maupun uji coba, karena kurikulum ini telah diujicobakan melalui KBK yang diterapkan ke beberapa sekolah yang menjadi pilot project.

Fasli juga berpendapat bahwa pemberlakuan Kurikulum 2006 tergantung analisis Mendiknas. Namun, kurikulum ini hanya akan diterapkan di kelas 1 di semua jenjang. Selain itu, hanya sekolah yang siap, yang menerapkan kurikulum baru ini. Kesiapan sekolah ini ditandai dengan ketersediaan sarana dan prasarana, pengalaman menerapkan KBK, dan rasio murid. Pengalaman menerapkan KBK dapat menjadi bekal suatu sekolah untuk menerapkan kurikulum baru ini dan diharapkan tahun 2009, semua sekolah telah menerapkan kurikulum ini.

Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia memiliki kelebihan-kelebihan masing-masing bergantung kepada situasi dan kondisi saat di mana kurikulum tersebut diberlakukan. Menurut hemat penulis KTSP yang direncanakan dapat diberlakukan secara menyeluruh di semua sekolah-sekolah di Indonesia pada tahun 2009 itu juga memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 2004 atau KBK. Kelebihan-kelebihan KTSP ini antara lain:

1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Dengan adanya penyeragaman ini, sekolah di kota sama dengan sekolah di daerah pinggiran maupun di daerah pedesaan. Penyeragaman kurikulum ini juga berimplikasi pada beberapa kenyataan bahwa sekolah di daerah pertanian sama dengan sekolah yang daerah pesisir pantai, sekolah di daerah industri sama dengan di wilayah pariwisata. Oleh karenanya, kurikulum tersebut menjadi kurang operasional, sehingga tidak memberikan kompetensi yang cukup bagi peserta didik untuk mengembangkan diri dan keunggulankhas yang ada di daerahnya. Sebagai implikasi dari penyeragaman ini akibatnya para lulusan tidak memiliki daya kompetitif di dunia kerja dan berimplikasi pula terhadap meningkatnya angka pengangguran. Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia.

Dengan semangat otonomi itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi lingkungan sekolah. Sebagai sesuatu yang baru, sekolah mungkin mengalami kesulitan dalam penyusunan KTSP. Oleh karena itu, jika diperlukan, sekolah dapat berkonsultasi baik secara vertikal maupun secara horizontal. Secara vertikal, sekolah dapat berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten atau Kota, Dinas Pendidikan Provinsi, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi, dan Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan secara horizontal, sekolah dapat bermitra dengan stakeholder pendidikan dalam merumuskan KTSP. Misalnya, dunia industri, kerajinan, pariwisata, petani, nelayan, organisasi profesi, dan sebagainya agar kurikulum yang dibuat oleh sekolah benar-benar mampu menjawab kebutuhan di daerah di mana sekolah tersebut berada.

2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.

Dengan berpijak pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh BNSP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi, dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan oleh sekolah. Sekolah bisa mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan.

Sebagaimana diketahui, prinsip pengembangan KTSP adalah (1) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya; (2) Beragam dan terpadu; (3) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) Relevan dengan kebutuhan kehidupan; (5) Menyeluruh dan berkesinambungan; (6) Belajar sepanjang hayat; (7) Dan seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Berdasarkan prinsip-prinsip ini, KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah dan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang mencakup otonomi sekolah di dalamnya. Pemerintah daerah dapat lebih leluasa berimprovisasi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Di samping itu, sekolah bersama komite sekolah diberi otonomi menyusun kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.

Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) itu memungkinkan sekolah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh misalnya, sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih memfokuskan pada mata pelajaran bahasa Inggris atau mata pelajaran di bidang kepariwisataan lainnya.

Sekolah-sekolah tersebut tidak hanya menjadikan materi bahasa Inggris dan kepariwisataan sebagai mata pelajaran saja, tetapi lebih dari itu menjadikan mata pelajaran tersebut sebagai sebuah ketrampilan. Sehingga kelak jika peserta didik di lingkungan ini telah menyelesaikan studinya bila mereka tidak berkeinginan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi mereka dapat langsung bekerja menerapkan ilmu dan ketrampilan yang telah diperoleh di bangku sekolah.

KTSP ini sesungguhnya lebih mudah, karena guru diberi kebebasan untuk mengembangkan kompetensi siswanya sesuai dengan lingkungan dan kultur daerahnya. KTSP juga tidak mengatur secara rinci kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas, tetapi guru dan sekolah diberi keleluasaan untuk mengembangkannya sendiri sesuai dengan kondisi murid dan daerahnya. Di samping itu yang harus digarisbawahi adalah bahwa yang akan dikeluarkan oleh BNSP tersebut bukanlah kurikulum tetapi tepatnya Pedoman Penyusunan Kurikulum 2006.

4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.

Dengan diberlakukannya KTSP itu nantinya akan dapat mengurangi beban belajar sebanyak 20% karena KTSP tersebut lebih sederhana. Di samping jam pelajaran akan dikurangi antara 100-200 jam per tahun, bahan ajar yang dianggap memberatkan siswa pun akan dikurangi. Meskipun terdapat pengurangan jam pelajaran dan bahan ajar, KTSP tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.

Pengurangan jam belajar siswa tersebut merupakan rekomendasi dari BNSP. Rekomendasi ini dapat dikatakan cukup unik, karena selama bertahun-tahun beban belajar siswa tidak mengalami perubahan, dan biasanya yang berubah adalah metode pengajaran dan buku pelajaran semata. Jam pelajaran yang biasa diterapkan kepada siswa sebelunya berkisar antara 1.000-1.200 jam pelajaran dalam setahun. Jika biasanya satu jam pelajaran untuk siswa SD, SMP dan SMA adalah 45 menit, maka rekomendasi BNSP ini mengusulkan pengurangan untuk SD menjadi 35 menit setiap jm pelajaran, untuk SMP menjadi 40 menit, dan untuk SMA tidak berubah, yakni tetap 45 menit setiap jam pelajaran. Total 1.000 jam pelajaran dalam satu tahun ini dengan asumsi setahun terdapat 36-40 minggu efektif kegiatan belajar mengajar.dan dalam seminggu tersebut meliputi 36-38 jam pelajaran.

Alasan diadakannya pengurangan jam pelajaran ini karena menurut pakar-pakar pendidikan anak bahwa jam pelajaran di sekolah-sekolah selama ini terlalu banyak. Apalagi kegiatan belajar mengajar masih banyak yang terpaku pada kegiatan tatap muka di kelas. Sehingga suasana yang tercipta pun menjadi terkesan sangat formal. Dampak yang mungkin tidak terlalu disadari adalah siswa terlalu terbebani dengan jam pelajaran tersebut. Akibat lebih jauh lagi adalah mempengaruhi perkembangan jiwa anak.

Persoalan ini lebih dirasakan untuk siswa SD dan SMP. Dalam usia yang masih anak-anak, mereka membutuhkan waktu bermain yang cukup untuk mengembangkan kepribadiannya. Suasana formal yang diciptakan sekolah, ditambah lagi standar jam pelajaran yang relatif lama, tentu akan memberikan dampak tersendiri pada psikologis anak. Banyak pakar yang menilai sekolah selama ini telah merampas hak anak untuk mengembangkan kepribadian secara alami.

Inilah yang menjadi dasar pemikiran bahwa jam pelajaran untuk siswa perlu dikurangi. Meski demikian, perngurangan itu tidak dilakukan secara ekstrim dengan memangkas sekian jam frekwensi siswa berhubungan dengan mata pelajaran di kelas. Melainkan memotong sedikit, atau menghilangkan titik kejenuhan siswa terhadap mata pelajaran dalam sehari akibat terlalu lama berkutat dengan pelajaran itu.

Dapat dikatakan bahwa perberlakuan KTSP ini sebagai upaya perbaikan secara kontinuitif. Sebagai contoh, kurikulum 1994 dapat dinilai sebagai kurikulum yang berat dalam penerapannya. Ketika diberlakukan Kurikulum 1994 banyak sekolah yang terlalu bersemangat ingin meningkatkan kompetensi iptek siswa, sehingga muatan iptek pun dibesarkan. Tetapi yang patut disayangkan adalah SDM yang tersedia belum siap, sehingga hasilnya hanya sekitar 30% siswa yang mampu menerapkan kurikulum tersebut.

5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Pola kurikulum baru (KTSP) akan memberi angin segar pada sekolah-sekolah yang menyebut dirinya nasional plus. Sekolah-sekolah swasta yang kini marak bermunculan itu sejak beberapa tahun terakhir telah mengembangkan variasi atas kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Sehingga ketika pemerintah kemudian justru mewajibkan adanya pengayaan dari masing-masing sekolah, sekolah-sekolah plus itu jelas akan menyambut gembira.

Kehadiran KTSP ini bisa jadi merupakan kabar baik bagi sekolah-sekolah plus. Sebagian sekolah-sekolah plus tersebut ada yang khawatir ditegur karena memakai bilingual atau memakai istilah kurikulum yang bermacam-macam seperti yang ada sekarang. Sekarang semua bentuk improvisasi dibebaskan asal tidak keluar panduan yang telah ditetapkan dalam KTSP.

Sebagai contoh, Sekolah High Scope Indonesia, sebelumnya sejak awal berdiri pada 1990 telah menggunakan kombinasi kurikulum Indonesia dengan Amerika Serikat (AS). Kendati mendapat lisensi dari AS, namun pihaknya tetap mematuhi kurikulum pemerintah. Caranya dengan mematuhi batas minimal, namun secara optimal memberikan penekanan pada aspek-aspek tertentu yang tidak diatur oleh kurikulum. Misalnya tetap memberikan materi Bahasa Indonesia, namun menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama.

Kelemahan KTSP

Setiap kurikulum yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelamahannya. Sebagai konsekuansi logis dari penerapan KTSP ini setidak-tidaknya menurut penulis terdapat beberapa kelemahan-kelamahan dalam KTSP maupun penerapannya, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.

Pola penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Selain disebabkan oleh rendahnya kualifikasi, juga disebabkan pola kurikulum lama yang terlanjur mengekang kreativitas guru.

2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.

Ketersediaan sarana dan prasarana yang lengkap dan representatif merupakan salah satu syarat yang paling urgen bagi pelaksanaan KTSP. Sementara kondisi di lapangan menunjukkan masih banyak satuan pendidikan yang minim alat peraga, laboratorium serta fasilitas penunjang yang menjadi syarat utama pemberlakuan KTSP.

3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.

Masih rendahnya kuantitas guru yang diharapkan mampu memahami dan menguasai KTSP dapat disebabkan karena pelaksanaan sosialisasi masih belum terlaksana secara menyeluruh. Jika tahapan sosialisasi tidak dapat tercapai secara menyeluruh, maka pemberlakuan KTSP secara nasional yang targetnya hendak dicapai paling lambat tahun 2009 tidak memungkinkan untuk dapat dicapai.

4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurang pendapatan para guru.

Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) akan menambah persoalan di dunia pendidikan. Selain menghadapi ketidaksiapan sekolah berganti kurikulum, KTSP juga mengancam pendapatan para guru. Sebagaimana diketahui rekomendasi BSNP terkait pemberlakuan KTSP tersebut berimplikasi pada pengurangan jumlah jam mengajar. Hal ini berdampak pada berkurangnya jumlah jam mengajar para guru. Akibatnya, guru terancam tidak memperoleh tunjangan profesi dan fungsional.

Untuk memperoleh tunjangan profesi dan fungsional semua guru harus mengajar 24 jam, jika jamnya dikurangi maka tidak akan bisa memperoleh tunjangan. Sebagai contoh, pelajaran Sosiologi untuk kelas 1 SMA atau kelas 10 mendapat dua jam pelajaran di KTSP maupun kurikulum sebelumnya. Sedangkan di kelas 2 SMA atau kelas 11 IPS, Sosiologi diajarkan selama lima jam pelajaran di kurikulum lama. Namun di KTSP Sosiologi hanya mendapat jatah tiga jam pelajaran. Hal yang sama terjadi di kelas 3 IPS. Pada kurikulum lama, pelajaran Sosiologi diajarkan untuk empat jam pelajaran tapi pada KTSP menjadi tiga jam pelajaran. Sementara itu masih banyak guru yang belum mengetahui tentang ketentuan baru kurikulum ini. Jika KTSP telah benar-benar diberlakukan, para guru sulit memenuhi ketentuan 24 jam mengajar agar bisa memperoleh tunjangan.

Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan KTSP tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuan KTSP hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.

Sumber: http://re-searchengines.com

KTSP

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi, (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
 Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
 Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
 Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
 Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
 Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
Terdapat perbedaan mendasar dibandingkan dengan kurikulum berbasis kompetensi sebelumnya (versi 2002 dan 2004), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh menyusun rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang telah ditetapkan, mulai dari tujuan, visi – misi, struktur dan muatan kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, hingga pengembangan silabusnya.
(disebarluaskan juga oleh S Cipto A dengan alamat http://kesadaransejarah.blogspot.com dan oleh http://www.e-smartschool.com, serta oleh http://alumni-xaverius.zai.web.id)

Minggu, 31 Oktober 2010

PENDEKATAN SISTEM PEMBELAJARAN PAI

Perencanaan dan Desain pembelajaran”

a. Secara Umum
Dalam cakupan pengertian sistem termuat adanya berbagai komponen (unsur), berbagai kegiatan (menunjuk fungsi dari setiap komponen), adanya saling hubungan yang ketergantungan antar komponen, adanya keterpaduan (kesatuan organis = integrasi) antar komponen, adanya keluasan sistem (ada kawasan di dalam sistem dan di luar sistem), dan gerak dinamis semua fungsi dari semua kompo¬nen tersebut mengarah (berorientasi = berkiblat) ke pencapaian tuju¬an system yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Dari sini dapat diambil sebuah pengertian bahwasanya sistem secara umum diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dalam usahanya mencapai sebuah tujuan. Sehingga sistem tidak hanya mencakup aspek materi, melainkan juga masuk di dalamnya berupa prosedur, fasilitas, media dll
b. Secara Khusus
Menurut Hayanto, “pendekatan system adalah merupakan jumlah keseluruhan dari bagian-bagian yang saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan atas kebutuhan tertentu.”
Menurut Lembaga Administrasi Negara: “system pada hakikatnya adalah seperangkat komponen, elemen, yang satu sama lain saling berkaitan, pengaruh-mempengaruhi dan saling tergantung, sehingga keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi atau suatu totalitas, serta “mempunyai peranan atau tujuan tertentu.”
System juga diartikan sebagai suatu kesatuan komponen yang sama, satu sama lain saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari berbagai pengertian yang didefinisikan oleh beberapa pakar pendidikan, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sistem adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari konsep ini, ada empat ciri utama suatu system. Pertama, suatu system memiliki tujuan tertentu. Kedua, ada komponen sistem ; ketiga, untuk menggerakkan fungsi, adanya fungsi yang menjamin dinamika dan kesatuan kerja sistem. Dan keempat, adanya interaksi antar berbagai Komponen. Berikut penjelasan dari berbagai poin diatas:
1. Adanya Tujuan
Setiap rakitan sistem pasti bertujuan, tujuan sistem telah diten-
tu¬kan lebih dahulu, dan itu menjadi tolok ukur pemilihan kompo¬nen serta kegiatan dalam proses kerja sistem. Komponen, fungsi komponen, dan tahap kerja yang ada dalam suatu sistem meng¬arah ke pencapaian tujuan sistem. Tujuan sistem adalah pusat orientasi dalam suatu sistem.
2. Adanya komponen sistem (selain tujuan)
Jika suatu sistem itu adalah sebuah mesin, maka setiap bagian (onderdil) adalah komponen dari mesin (sistemnya); demikian pula halnya dengan pengajaran di sekolah sebagai sistem, maka semua unsur yang tercakup di dalamnya (baik manusia maupun non manusia) dan kegiatan-kegiatan lain yang terj adi di dalamnya adalah merupakan komponen sistem. Jadi setiap sistem pasti memiliki komponen-komponen sistem.
3. Adanya fungsi yang menjamin dinamika (gerak) dan kesatuan kerja sistem
Tubuh kita merupakan suatu sistem, setiap organ (bagian) dalam tubuh tersebut mengemban fungsi tertentu, yang keseluruhan¬nya (semua fungsi komponen sistem) dikoordinasikan secara kompak, agar diri kita dan kehidupan kita sebagai manusia ber¬jalan secara sehat dan semestinya.
4. Adanya Interaksi antar Komponen
Antar komponen dalam suatu sistem terdapat saling hubungan, saling mempengaruhi, dan saling ketergantungan. Misalnya: keguruan seseorang barulah menjadi nyata jika ada siswa yang bersedia untuk dididiknya; siswa yang responsif, kri¬tis, dan koordinatif banyak membantu guru dalam mengembangkan kariernya.
Adanya transformasi dan sekaligus umpan balik. Fungsi dari setiap komponen merupakan bagian tak terpisahkan dari keseluruhan fungsi sistem. Dalam sistem pengajaran yang berinti pada interaksi personal, peran dari komponen-komponen (selain guru dan siswa) adalah untuk meningkatkan nilai inter¬aksi personal tersebut demi keberhasilan belajar siswa. Transfor¬masi yang terjadi dalam interaksi guru-siswa secara lebih teknis merupakan transaksi pesan-pesan (pemahaman -> penginte¬grasian -> pengembangan diri).
Keempat ciri diatas merupakan satu kesatuan yang kemudian dinamakan dengan sistem. Keempatnya merupakan bagian yang saling berintegrasi sebagai satu kesatuan (totalitas) yang satu sama lain tidak bisa berdiri sendiri, saling mengisi dan menguatkan dalam mencapai tujuan.
c. Pendekatan Sistem Pembelajaran PAI
Pendekatan sistem pembelajaran PAI adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan generasi-genarasi yang beriman dan bertakwa.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut Tafsir (2002), bagi umat Islam, dan khususnya dalam pendidikan Islam, kompetensi iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia tersebut sudah lama disadari kepentingannya, dan sudah diimplementasikan dalam lembaga pendidikan Islam. Dalam pandangan Islam, kompetensi iman dan takwa (imtak) serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), juga akhlak mulia diperlukan oleh manusia dalam melaksanakan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.
Jadi, dalam pandangan Islam, peran kekhalifahan manusia dapat direalisasikan melalui tiga hal, yaitu:
1. landasan yang kuat berupa iman dan takwa
2. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. akhlak mulia
Dari beberapa pendapat diatas, maka Pendekatan sistem pembelajaran PAI adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan generasi-genarasi yang berwawasan luas, beriman dan bertakwa serta memiliki akhlak yang mulia.
2. Aplikasi Pendekatan sistem Pembelajaran PAI
Gagne dan Atwi Suparman mengatakan bahwa sistem pengajaran adalah suatu set peristiwa yang mempengaruhi siswa sehingga terjadi proses belajar.
Oemar Hamalik, mengatakan; “sistem pengajaran merupakan suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan Prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Menurut Oemar Hamalik, terdapat tiga ciri khas yang ada dalam sistem pengajaran, yaitu:
a. Rencana, penataan intensional orang, material dan prosedur yang merupakan unsur sistem pengajaran sesuai dengan suatu rencana khusus, sehingga tidak mengambang.
b. Kesalingtergantungan (interdependent), unsur-unsur suatu sistem merupakan bagian yang koheren dalam keseluruhan, masing-masing bagian bersifat esensial, satu sama lain saling memeberikan sumbangan tertentu.
c. Tujuan
Tujuan, setiap sistem pengajaran memiliki tujuan tertentu. The goal is the purpose for which the system is design.
Perencanaan pengajaran adalah suatu pengambilan keputusan hasil berfikir secara rasional tentang sasaran dan tujuan pembelajaran tertentu, serta rangkaian kegiatan yang harus dilaksanakan sebagai upaya pencapaian tujuan tersebut dengan memanfaatkan segala potensi dan sumber belajar yang ada. Perencanaan pembelajaran mengarah pada proses penerjemahan kurikulum yang berlaku. Sedangkan desain pembelajaran menekankan pada merancang program pembelajaran untuk membantu proses belajar siswa. Hal inilah yang membedakan keduanya. Perencanaan berorientasi pada kurikulum, sedangkan desain berorientasi pada proses pembelajaran.
Namun demikian, perencanaan dan desain, keduanya disusun berdasarkan pendakatan sistem. Karenanya di dalamnya terdapat berbagai komponen yang menyusun sistem tersebut, yaitu:
- Siswa
Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sehingga dalam proses pengembangan desain dan perencanaan, siswa harus dijadikan pusat pertimbangan. Artinya, keputusan-keputusan yang diambil harus disesuaikan dengan kondisi siswa, baik kemampuan dasar, minat, bakat, motivasi belajar, gaya belajar dan sebagainya.
- Tujuan
tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen siswa. Tujuan sebenarnya merupakan arah yang harus dijadikan rujukan dalam pembuatan desain dan perencanaan serta pembelajaran di kelas. Adapun tujuan khusus yang direncakan oleh guru adalah:
a. Pengetahuan, informasi serta pemahaman sebagai bidang kognitif
b. Sikap dan apresiasi sebagai tujuan dari bidang avektif
c. Berbagai kemampuan sebagai bidang psikomotorik.
Adapun dalam Pembelajaran PAI adalah mewujudkan generasi-genarasi yang berwawasan luas, beriman dan bertakwa serta memiliki akhlak yang mulia.
- Kondisi
Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang diharapkan akan ada pada diri siswa, agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang telah dirumuskan. Pengalaman ini harus dapat membuat siswa aktif belajar, baik secara fisik maupun non-fisik.
Merencakana belajar salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai kecenderungan gaya belajarnya. Demikian juga desain pembelajaran, ia harus dapat membuat siswa belajar dengan penuh motivasi dan gairah.
- Sumber belajar
Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar. Di dalamnya meliputi lingkungan fisik, seperti tempat belajar; alat yang digunakan, guru petugas perpustakaan, ahli media, dan sebagainnya.
- Hasil Belajar
Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian tugas utama guru adalah merancang instrument yang dapat menghasilkan data tentang keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam literature lain disebutkan; dari sudut pandang teknologi intruksional, komponen sistem pengajaran diuraikan dengan lebih luas lagi sebagai berikut:
- Spesifikasi isi pokok bahan
- Spesifikasi tujuan pengajaran
- pengumpulan dan penyaringan data siswa
- Penentuan cara pendekatan, metode, teknik mengajar
- Pengelompokkan siswa
- Penyediaan waktu
- Pengaturan ruang
- Pemilihan media
- Evaluasi
Unsur minimal yang harus dalam sistem pengajaran adalah suatu tujuan, siswa serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Dalam konteks ini, guru tidak termasuk sebagai unsur sistem dan hanya merupakan salah satu sumber belajar. Dalam dalam keadaan lain fungsinya dapat digantikan dengan sumber balajar lain yang mempunyai fungsi yang sama, seperti; buku, film, slide show, teks yang telah deprogram, dan sebagainya.
Fungsi guru dalam sistem pengajaran PAI adalah sebagai desainer, sekaligus sebgai pelaksana pengajaran. Sebagai seorang perancang, guru berfungsi menyusun suatu sistem pengajaran. Sedangkan sebagai pelaksana sistem pengajaran, guru berfungsi dalam tranformasi ilmu yang dilakukanya di kelas. Dalam hal ini guru harus memiliki; kompetensi mengajar, sikap professional, penguasan materi pelajaran, prinsip-prinsip dan teknik pengajaran serta keterampilan-keterampilan dasar mengajar lainnya. Dan yang terpenting adalah seorang guru harus memiliki keteladanan yang bisa ditiru oleh murid-muridnya. Dalam hal ini guru harus menjadi sosok desain hasil pembelajaran yang diharapkan muncul pada diri masing-masing siswa.
Adapun fungsi yang ketiga, adalah guru sebagai evaluator. Kegiatan pengajaran yang telah dijalankan, kemudian diadakan evaluasi. Hasil evaluasi yang di dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang telah dicapai dengan menggunakan pedoman perencanaan. Dari sini, akan ditemukan titik-titik mana saja yang kemudian diperbaiki.
Beberapa komponen pendekatan sistem diatas bekerja secara kooperatif. Artinya kesemuanya itu saling berkerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sehingga satu sama lain saling menguatkan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnnya.
Manfaat pendekatan sistem adalah sebagai berikut:
a. Melalui pendekatan sistem, arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan dengan jelas. Perumusan tujuan merupakan salah satu karakteristik pendekatan sistem. Penentuan komponen-komponen pembelajaran pada dasarnya diarahkan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, segala usaha baik yang dilakukan guru maupun siswa pada dasarnya adalah mengarahkan tercapainya tujuan.
b. Pendekatan sistem menuntun guru pada kegiatan yang sistematis. Berfikir secara sistem adalah berfikir runtut, sehingga melalui langkah-lagkah yang jelas dan pasti, memungkinkan hasil yang diperoleh akan maksimal. Sebab malalui langkah yang sistematis, kita dituntun oleh melakukan proses pembelajaran setahap demi setahap dari seluruh rangkaian kegiatan. Sehingga kemungkinan kegagalan dapat diminimalisir.
c. Pendekatan sistem dapat merancang pembelajaran dengan mengoptimalkan segala potensi dan sumber daya yang tersedia. Sistem dirancang agar tujuan pembelajaran dapat diraih dengan optimal. Dalam hal ini berfikir sistematis, berarti berfikir bagaimana agar tujuan yang telah ditetapkan, dapat dicapai oleh siswa
d. Pendekatan sistem dapat memberikan umpan balik. Melalui proses umpan balik dalam Pendekatan sistem dapat diketahui, apakah tujuan itu telah berhasil dicapai atau belum. Hal ini sangat penting, sebab mencapai tujuan merupakan tujuan utama dalam berfikir sistematis
Namun, dalam pelaksanaannya, ada beberapa variabel yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan itu, diantaranya:
a. Faktor Guru
Guru merupakan komponen yang sangat menentukan. Hal itu, disebabkan karena guru adalah orang yang berhadapan langsung dengan siswa. Dalam sistem pembelajaran, guru bias berfungsi sebagai desainer pembelajaran, implementator atau keduanya. Sebagai perencana, guru dituntut untuk memahami secara benar kurikulum yang berlaku, karakteristik siswa, fasilitas dan sumber daya yang ada, sehingga semuanya dijadikan komponen-komponen dalam menyusun rencana dan desain pembelajaran.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai implementator dan perancang pembelajaran, guru dituntut berperan sebagai model dari rancangan yang telah dibuatnya (suri teladan).
b. Faktor siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping arak karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
c. Faktor sarana dan Prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung pembelajaran secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pekajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Misalnya, jarak menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran. Dengan demikian, sarana dan prasana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.
Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana. Pertama, kelangkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Kedua, kelangkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan kepada siswa untuk belajar.
d. Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan, ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu factor organisasi kelas dan faktor iklim sosial Psikologis.
Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderungan:
- Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa. Sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit juga.
- Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya dalam penggunaan waktu diskusi; semua siswa yang terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbanga pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa
- Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.
- Perbedaan individu antar anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.
- Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru.
- Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok itu.
Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial psikologis. Maksudnya adalah keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal maupun eksternal.
Secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah. Misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa; antara guru dengan guru bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.
Adapun yang dimaksud secara eksternal adalah keharmonisan hubungan antara antara pihak sekolah dengan dunia luar. Misalnya; hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.
Dari semua penjelasan diatas, sebenarnya aplikasi pendekatan sistem pembelajaran PAI terdiri tiga bagian, memiliki ciri-ciri adanya perencanaan, kesalingtergantungan dan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam perencanaan itu terdapat beberapa komponen yang saling mempengaruhi, dan bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sehingga dalam pendekatan sistem pembelajaran PAI, semua komponen memiliki makna dalam pencapaian sebuah tujuan. Artinya, pencapaian tujuan itu akan terhambat manakala ada beberapa komponen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
E. Kesimpulan
1. Sistem adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
2. Pendekatan sistem pembelajaran PAI adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan generasi-genarasi yang beriman dan bertakwa.
3. Aplikasi pendekatan sistem pembelajaran PAI terdiri tiga bagian, memiliki ciri-ciri adanya perencanaan, kesalingtergantungan dan tujuan yang hendak dicapai.
4. Dalam perencanaan itu terdapat beberapa komponen yang saling mempengaruhi, dan bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sehingga dalam pendekatan sistem pembelajaran PAI, semua komponen memiliki makna dalam pencapaian sebuah tujuan. Artinya, pencapaian tujuan itu akan terhambat manakala ada beberapa komponen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
F. Kepustakaan
Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 10.
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000Syah,. Darwyn, Drs. M.pd., dkk., Perencanaan Sistem Pengajaran PAI, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007).
Lembaga Administrasi Negara RI, 1997. Sistem Administrasi Negara REpublik Indonesia, (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung).
Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2008).
Suparman, Atwi, Desain Instruksional, (Jakarta: Pusat Antar universitas untuk peningkatan dan pengembangan aktivitas intruksional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan)
http://Suplirahim.multiply.com/jurnal/item/46/