Sabtu, 30 Oktober 2010

Mata kuliah : Pengembangan Kurikulum / tugas ke-III

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Konsep Dasar Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tesrtentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
KBK atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
Dalam pengertian lain yang lebih komprehensif, E. Mulyasa mengemukakan  bahwa KBK dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. Dengan langkah tersebut, proses pembelajaran dapat benar-benar terlihat keberhasilannya melalui/melihat kemampuan dalam diri peserta didik yang terukur. Adanya kemampuan-kemampuan melakukan  observable (kompetensi) juga memudahkan proses evaluasi  pendidikan yang dilakukan.
Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri paradigmanya adalah berbasis kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup jenis tagihan, bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. jenis tagihan adalah berbagai tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk instrumen terkait dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa, seperti bentuk pilihan ganda atau soal uraian.
Sutrisno mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu format yang menetapkan apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dalam setiap tingkatan.  Setiap kompetensi menggambarkan langkah kemajuan siswa menuju kompetensi pada tingkat yang lebih tinggi. Di mana, suatu kompetensi ialah suatu pernyataan tentang apa yang sepantasnya dapat dilakukan siswa secara terus menerus (tetap) dalam suatu kajian, atau mata pelajaran pada suatu tingkat tertentu. Dengan demikian, kurikulum berbasis kompetensi merupakan pergeseran penekanan dari content/isi (apa yang tertuang) ke kompetensi (bagaimana harus berpikir, belajar dan melakukan) dalam kurikulum. Oleh karena itu, guru dan siswa diharapkan dapat mengetahui apa yang harus dicapai dan sejauh mana efektivitas belajar telah dicapai.
Kemudian dari pada itu, kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. Kurikulum ini disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Filosofis Kurikulum Berbasis kompetensi
Dalam seperangkat rencana untuk mencapai tujuan diperlukan landasan filosofis untuk memperkuat ke arah mana peserta didik atau bahkan dalam arti lebih luas pendidikan itu diarahkan sesuai dengan prinsip-prinsip falsafah negara dan kelembagaaan. Dengan demikian proses pembelajaran harus diorientasikan pada pengembangan kompetensi peserta didik, yaitu karakteristik mendasar seseorang yang berhubungan timbal balik dengan suatu kriteria efektif dan atau kecakapan terbaik seseorang dalam pekerjaan atau keadaan.
Secara akademik, filsafat berarti suatu upaya untuk menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan kedudukan manusia di dalamnya. Sedangkan kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU Sisdiknas No 20 tahun 2003).
Dengan demikian filsafat kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu dasar kritis dari sebuah pemikiran yang menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang sistematis dan komprehensif tentang kurikulum dimana pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai alat yang didesain untuk mengembangkan kompetensi yang harus dimiliki peserta didik dalam mempersiapkan masa depannya.
Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Tujuan KBK,  pada dasarnya, ialah untuk menggantikan kurikulum sebelumnya; yakni Kurikulum 1994  dan untuk penyempurnaan Penyesuaian Kurikulum 1998/1999 (suplemen) yang berbasis pada isi atau materi, yang dianggap telah gagal menghasilkan lulusan pendidikan yang berkualitas jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Selama beberapa dasawarsa sebelumnya, pendidikan di Indonesia lebih diarahkan kepada penguasaan materi sebanyak-banyaknya daripada mencapai kompetensi tertentu. Akibat langsung dari pendidikan semaacam ini adalah pendidikan tidak dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi tertentu. Oleh karena itu, ketika gelombang krisis menerpa bangsa Indonesia, mereka tidak siap menghadapinya, hingga terjadi krisis berkepanjangaan.
Manfaat KBK
Kalau dicermati, maka manfaat KBK sebenarnya ada dua bagian, yakni pertama, bagi peserta didik. Menurut Lukman Nadjamuddin, Ketua Pusat Kajian Sosial, Budaya, dan Pendidikan FKIP Universitas Tadulakov, manfaat diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi ialah  bahwa keseluruhan potensi peserta didik akan dapat dikembangkan secara optimal dan menyeluruh. Di mana ada tiga aspek kopetensi yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik ketika proses pembelajaran KBK selesai: (1) kompetensi umum, yakni kompotensi yang harus dikuasai setelah menyelesaikan proses pendidikan pada jenjang tertentu; (2) kompetensi bidang studi, yakni kompetensi yang harus dikuasai pada bidang studi tertentu; dan (3) kompetensi dalam satuan bahasan, yakni komptensi yang harus dikuasai setelah menyelesaikan bahasan tertentu dalam bidang studi. Dalam kurikulum ini, kompetensi diarahakan untuk pengembangan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai dan sikap, dan minat, agar melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab  yang berfokus pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik.
Manfaat kedua, yakni bagi guru. Dengan asumsi bahwa gurulah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan peserta didik, perbedaan perorangan (individual) siswa, daya serap, suasana dalam. kegiatan pembelajaran, serta sarana dan sumber yang tersedia, maka guru berwenang untuk menjabarkan dan mengembangkan kurikulum kedalam, silabus pengembangan kurikulum kedalam. silabus ini hendaknya mendasarkan pada beberapa hal, di antaranya: isi (konten), konsep, kecakapan/keterampilan, masalah, serta minat siswa/mahasiswa.
Karakteristik KBK
Berikut karakteristik utama KBK, yaitu:
Menekankan pencapaian kompetensi siswa, bukan tuntasnya materi.
Kurikulum dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan potensi siswa (normal, sedang, dan tinggi).
Berpusat pada siswa.
Orientasi pada proses dan hasil.
Pendekatan dan metode yang digunakan beragam dan bersifat kontekstual.
Guru bukan satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.
Buku pelajaran bukan satu-satunya sumber belajar.
Belajar sepanjang hayat;
Belajar mengetahui (learning how to know),
Belajar melakukan (learning how to do),
Belajar menjadi diri sendiri (learning how to be),
Belajar hidup dalam keberagaman (learning how to live together).
B. Landasan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada prinsipnya, ada tiga aspek yang mendasari lahirnya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yaitu: landasan yuridis, landasan empiris, dan landasan teoretis.
Landasan Yuridis
Penyempurnaan KBK dilandasi oleh kebijakan-kebijakan yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
UUD 1945
Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN
Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Landasan Empiris
Ada beberapa fakta yang perlu diresapi bersama yang mendasari lahirnya KBK, yaitu:
Laporan beberapa lembaga internasional yang berkaitan dengan tingkat daya saing sumber daya manusia Indonesia dengan negara-negara lain menunjukkan fakta yang kurang menggembirakan. Seperti yang terungkap dalam catatan organisasi internasional:
UNDP pada tahun 2000 peringkat HDI (Human Development Index) atau kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia berada diurutan 105 dari 108 negara. Indonesia berada jauh di bawah Filipina (77), Thailand (76), Malaysia (61), Brunei Darussalam (32), Korea Selatan (30), dan Singapura (24).
International Educational Achievement (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca anak-anak SD di Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang disurvei.
Third Matemathics and Science Study (TIMSS), lembaga yang mengukur hasil pendidikan di dunia, melaporkan bahwa kemampuan matematika anak-anak SMP di Indonesia berada di urutan 34 dari 38 negara, sedangkan IPA berada di urutan 32 dari 38 negara.
Perkembangan kehidupan di Indonesia ditandai dengan berbagai ketimpangan, seperti: moral, akhlak, jati diri bangsa, sosial, dan politik serta ekonomi.
Semakin terbatasnya sumber alam dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang layak pada tingkat lokal, nasional, dan persaingan pada tingkat global.
Enam masalah utama dunia pendidikan di Indonesia, yaitu:
Menurunnya akhlak dan moral peserta didik
Kurang meratanya kesempatan belajar
Rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan di Indonesia
Status kelembagaan pendidikan di Indonesia belum bersistem
Manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional
Belum profesionalnya sumber daya manusia yang bergerak dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Landasan Teoretis
Setiap kurikulum yang dikembangkan dan diterapkan dalam suatu sistem pendidikan tidak akan terlepas dari adanya landasan teoritik yang mendasarinya. Sebagaimana kurikulum berbasis kompetensi yang diterapkan dan dikembangkan di Indonesia, paling tidak terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari kurikulum ini.
Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Dalam pembelajaran individual setiap peserta didik dapat belajar sendiri, sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing, serta tidak bergantung kepada orang lain. Oleh karenanya, peserta didik dimungkinkan akan belajar dengan kecepatan yang berbeda, penggunaan alat yang beerbeda, serta mempelajari bahan ajar yang berbeda pula.
Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (mastery learning) atau belajar dengan penguasaan (learning for mastering) adalah suatu falsafah pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat, semua peserta didik dapat mempelajari semua bahan dengan hasil baik. Dan
ketiga,  adanya pengakuan terhadap bakat. Dalam hal ini, perbedaan antara peserta didik yang pandai dengan yang kurang hanya terletak pada masalah waktu, peserta didik yang kurang memerlukan waktu yang cukup lama untuk mempelajari sesuatu  atau memecahkan suatu masalah, sementara yang pandai bisa lebih cepat melakukannya.
Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataanya mereka seringkali tidak memahami secara mendalam subtansi materinya. Dampaknya, sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat perlu untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja.
Pendekatan Humanistis
Pendekatan ini adalah di dasari memanusiakan manusia. Secata esensial mausia termasuk dalam kategori sebagai makhluk yang sama denan makhluk lainnya, hanya denagn membedakan adalah karena berpikirnya. Sebagaimana ibnu Khaldun (2005: 532-534) berkata:
“Manusia termasuk jenis binatang dan bahwa Allah telah membedakannya dengan binatang karena kemampuan manusia untuk berpikir yang Dia ciptakan untuknya, dan dengan kemampuannya itu dapatlah manusia mengatur tindakan-tindakannya secara tertib”
Pernyataan tersebut sangat sesuai dengan filosof, yang menyatakan bahwa manusia adalah sama dengan binatang hanya saja yang membedakannya adalah karena bias berpikirnya (hayawan al-natiqun), animal rational (binatang yang berpikir) dan animal cducandum atau animal educable (manusia adalah makhluk yang harus di didik dan dapat di didik)
Pendekatan humanistis, berdasarkan pandangan dari jaques waardenburg, adalah pendekatan kemanusian dan aspek-aspek hidup manusia. Termasuk dalam pendekatan humanistis ini adalah pendekatan aspek filosofis dan aspek psikologis dari obyek yang diteliti. Pendekatan ini dimaksudkan untuk meneliti bagaimana kondisi kehidupan manusia itu sendri.












DAFTAR PUSTAKA
http://mawardiumm.blogspot.com/2010/02/filsafat-kurikulum-berbasis kompetensi.html
Muhammad Joko Susilo, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan “Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya” , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi , Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002.
Mulyasa, E., Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. II.
Ruswandi, Uus. Dkk., Landasan pendidikan, Bandung: Cv.Insan Mandiri, 2008.
Sutrisno, Revolusi Pendidikan di Indonesia, Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006.
Swara Ditpertais: No. 18 Th. II, 30 Oktober 2004 pada www .ditpertais .net/ swara / warta 18-05.asp.
www.radarsulteng.com/berita/index.asp?berita=opini&id-30794.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar